Melangkah pendek
Tertatih mengejar
bayangan
Bercengkrama di
bawah tenda
Dibalik langit
biru di taman bunga
Ahai … ini bibit
yang harus semai
Kupupuk dan
kurawat bibit itu
Hingga tumbuh dan
mekar berseri
Tanpa kusadari
Itu bukan taman
sesungguhnya
Itu hanyalah
tenda terhampar diatas kami
Penuh lukisan
indah bak istana peri
Lukisan
fatamorgana di balik Pelangi
Yang terhampar
tuk meneymai bibit
Hingga
Kala sudah sampai
waktunya bibit dipanen
Tenda terangkat
dengan sendirinya
Bersama bibit
bibit bunga siap panen
Ahai..
Ternyata ini tak
lagi siang dengan langit biru
Terlalu sibuk di
bawah tenda
Hingga tak
kusadari ini telah senja
Terlalu sibuk
menyemai dan mengagumi bunga
Dibalik tenda
dengan taman fatamorgana
Lupa siang entah
ke mana
Senja membayang
di depan mata
Senja yang tak
lagi biru
Tabur bibitmu di
taman hati
Agar tumbuh
berseri dengan cinta sejati
Agar bersemi dan
mengharum tuk semua
Karena tak
tertutup tenda fatamorgana
Sebagai bekal
menjemput malam
Yang siap
menunggu di balik senja
BUKAN KURUSETRA
Kidung peri di balik Pelangi
Mengalun indah di balik fatamorgana
Akan indahnya negeri dongeng
Dengan berjuta mimpi indahnya
Membuai dan melenakan
sang pengembara
Tuk mengumpulkan, merawat dan menyemai
Bibit bunga aneka warna
Di taman kencana yang damai dan menenangkan
Kuncup kuncup kecil siap bermekaran
Sarpakenaka tiba dan merenggut semuanya
Mengadu pada peri ini karyanya
Hingga kidung berubah syairnya
Membuat kurcaci bingung
Hendak ke mana Langkah kan di bawa
Ini bukan kurusetra
MAHA CINTA
Kala Rahwana dengan kuasanya
Kuasa penuh negeri Alengka
Dibantu saudarinya Sarpakenaka
yang perkasa
Dengan cengkraman kuku berbisa
ularnya
Semua harus tunduk pada titahnya
Memandang rendah kekuatan rama
Memandang hina pada Laksmana
Meremehkan Hanoman, subali dan
sugriwa
Karena dia merasa raja diraja
Yang berkuasa atas segalanya
Tak menyadari
Betapa dahsyatnya kekuatan cinta
Yang menyatukan yang maha cinta
Dan memporakporandakan negeri
alengka.
AMBRUKNYA KUASA SI DEWI ANGKARA
Sarpakenaka adik Rahwana
Rahwana Raja diraja Tanggguh
berkuasa
Makhluk Tangguh dengan segala
kelebihannya
Bersikap angkara dan merasa
berkuasa
Memandang rendah makhluk lain
didepannya
Menjilat bersih baginda yang
kaguminya
Tebar Pesona dan pamer kuasa
Ke seluruh pelosok negeri akan
kehebatannya
Memandang sebelah mata mahluk
lemah dipandangannya
Lupa jika semua makhluk diciptakan
istimewa
Lupa bagaimana kuasa sang Maha
Pencipta
Kuku ular berbisanya tercabut oleh
Hanoman yang diremehkannya
Dipermainkan oleh Subali Sugriwa
yang gesit dan lincah gerakannya
Hingga tak bisa mengelak kala
Panah sakti Surawijaya
Mengakhiri semua kesombongannya.
SEBUTIR DEBU
Siapa aku di matamu
Aku hanyalah sebutir debu
Yang dengan gampang diterbangkan
oleh angin lalu
Aku hanyalah sebutir debu
Yang kau sepak karena merasa
mengotori jubahmu
Aku hanyalah sebuir debu
Yang takkan mungkin mampu
menandisngi kehebatanmu
Ups..
Jangan salah
Meski aku hanya sebutir debu
Tapi kubangga menjadi diriku
Berkarakter dan tetap menjaga
integritasku
Meski aku hanya sebutir debu
Tapi jika menclok di matamu
Nyamankah kau lihat indahnya
dunia?
TENGADAH
Awas langkahmu tuan
Jalan melenggang kepala
ditengadahkan
Awas kakimu tuan
Ada kerikil kecil dihadapan
Namuan tak tampak di tatapan
Karena tertutup awan keakuan
Awas langkahmu tuan
Kerikil kecil memang tak berarti
Namun jika terpeleset karena
menginjaknya
Kutak tahu sampai dimana batasnya
rasa nyeri
HIDANGAN YANG TERSAJI
Hidangan itu memang menarik
Dengan hiasan dan bumbu yang pas
Dengan penyajian yang menggugah
selera
Hidangan itu memang menarik
Penuh pesona dengan penataannya
Juru masak dan pramusajinya
Bahu membahu ingin menyajikan yang
terbaik
Hidangan itu begitu menggoda tuan
tuan dan nyonya
Tuk mencicipi nikmatnya sajian itu
Akan tetapi kini
Hidangan itu tak menarik lagi
Lalat hiju telah singgah dan
membuang kotorannya
Di tas sajian hidangan yang
tertata
Hidangan itu tak menarik lagi
Jika kotoran si lalat ikut
tertelan
Aku takut jika perutkupun turut
Merasa mules dan ragaku lemes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar